Kamis, 13 Maret 2014

Kisah si Lebah dan Bunga Mawar



Angin berhembus sesuka hatinya
Nyanyian rerumputan masih indah terdengar
Gemercik air pun turut mengisi kesunyian kebun
Tak disangka datanglah sesosok lebah nan indah ke kebun
Kebun yang indah, penuh warna
Bunga-bunga saling berebutan menarik perhatian sang lebah
Hanya ada satu bunga yang unik dikebun itu
Ya, Bunga mawar yang merah menerkah nan elok
Sayang, kecantikannya pun runtuh saat hujan kemarin
Bunga ini murung karena tidak secantik yang lain
Putik paling subur miliknya hanya bisa berharap agar disinggahi sang lebah
Sungguh malang nasib bunga mawar
Untunglah sang lebah mendekatinya
Sang lebah pun berkata
Walau luarmu berbeda dengan yang lain,
Kecantikan dan kebaikanmu tercermin pada putik suburmu
Aku masih tetap menyukaimu..

Sabtu, 04 Januari 2014

because it is HEPATITIS

Hai teman-teman semuaaa..
Kali ini saya ingin berbagi ilmu tentang hepatitis yang saya dapatkan dari modul gastrointestinal. Apa kalian sering mendengar kalau bayi baru lahir, warnanya kuning-kuning gitu? Itu dikenal dengan nama jaundice/ikterik. Nahh itu kondisi yang fisiologis (normal) jika terjadi kurang dari 2 minggu. Kalo lebih dari 2 minggu, masalah bukan?? jawab sendiri yaaa wkwk
Hal yang pasti, di dunia kedokteran, kita tidak bisa mutlak mengatakan bahwa itu adalah masalah jika tidak mengecek keseluruhan tubuh si pasien. Jika ditanya seperti itu, saya akan menjawab, "MUNGKIN itu adalah masalah, untuk membuktikannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lebih lanjut."
Banyak kondisi patologis (penyakit) yang bisa membuat seseorang berwarna kuning (yellowman?). Salah satunya adalah hepatitis. Kok bisa? Intinya adalah saat hati mengalami kerusakan, bilirubin tidak bisa dimetabolisme dengan baik, alhasil banyak bilirubin yang harusnya dibuang via feses, malah masuk ke aliran darah. Akibatnya, kuning-kuning gitu deh tubuhnya :''
Biar tidak disangka autoplagiarisme, saya ingin mengakui bahwa ini merupakan hasil kerja saya sewaktu laporan tugas saat modul gastrointestinal. Silahkan menikmati yaa!



Laporan Tugas Mandiri Pemicu 4
“Alcohol, Autoimun dan Drug-induced Hepatitis:
Epidemiologi, Etiologi, Patogenesis, Patofisiologi, Histopatologi, Manifestasi klinis dan Komplikasi”
Oleh Apri Haryono Hafid
1206207256
Modul Gastrointestinal
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


I.                   Pendahuluan
Jaundice atau ikterik adalah suatu manifestasi klinis dari penyakit hati. Banyak sekali penyakit hati yang bisa menyebabkan seseorang mengalami jaundice atau ikterik. Oleh karena itu, dalam laporan tugas mandiri ini, akan dijelaskan beberapa penyakit hati seperti hepatitis karena alcohol, autoimun dan obat yang dapat memberikan manifestasi klinis berupa ikterik atau jaundice.

II.                Isi
1.      Alcohol Hepatitis
a.      Epidemiologi
Hampir 15-20 juta orang di Amerika Serikat merupakan pengguna alkohol. Menurut survey di Amerika Serikat diantara tahun 1990 dan 1998, kematian akibat jejas hati karena alkohol berjumlah 40% dari total kematian akibat penyakit hati kronik. Bukti umum menyatakan bahwa risiko penyakit hati karena alkohol meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi alkohol. Jumlah etanol yang bisa diminum dengan aman adalah 20g (dua gelas) per hari untuk pria dan 10g (satu gelas) untuk wanita.1
b.      Etiologi
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit hati karena alcohol, yaitu2

-          Kuantitas
Konsumsi 160g etanol per hari selama 10-20 tahun dapat menyebabkan hepatitis atau sirosis.
-          Jenis kelamin
Wanita lebih rentan terhadap jejas karena alcohol dibandingkan dengan pria.
-          Genetika
Polimorfisme gen termasuk alcohol dehydrogenase, sitokrom P4502E1 dan sebagainya.
c.       Patogenesis dan Patofisiologi
Pemahaman mengenai patogenesis jejas hati karena alkohol masih belum sempurna diketahui. Hal yang pasti adalah alkohol merupakan hepatotoksin langsung dan masuknya alcohol memicu terjadinya respon metabolik yang akan mempengaruhi respon hepatotoksisitas pada hati. Adanya metabolisme alkohol di hati memicu proses patogenesis yang melibatkan produksi toxic protein-aldehyde adducts, endotoksin, stress oksidatif, aktivitas imunologi dan pelepasan sikotin pro-inflamasi. Interaksi yang rumit antara sel-sel usus dan hati merupakan hal yang krusial terhadap jejas hati karena alkohol. Pelepasan TNF alpha dan intestine-derived endotoxinemia menyebabkan apoptosis hepatosit dan nekrosis. Tambahan pula, aktivasi sel stelata dan produksi kolagen adalah tahapan penting dari terjadinya fibrogenesis pada hati. Adanya fibrosis menyebabkan ketidakteraturan arsitektur pada hati pada orang yang mengonsumsi alkohol. Berikut ini adalah gambaran patogenesis mengenai jejas hati karena alcohol.2
d.      Histopatologi
Dalam aspek histopatologi, ada beberapa morfologi yang dapat terlihat jelas melalui mikroskop. Berikut adalah tanda-tanda histopatologi yang ada pada hepatitis karena alcohol.3,4
-          Pembengkakan dan nekrosis hepatosit
Beberapa sel mengalami pembengkakan (ballooning) yang disebabkan oleh akumulasi lemak, air dan protein disertai dengan terjadinya nekrosis atau kematian jaringan hati.
-          Badan Mallory
Beberapa sel mengalami akumulasi filament intermediet sitokeratin dan protein lain. Hal ini terlihat seperti badan inklusi eosinophil di sitoplasma hepatosit yang mengalami degenerasi. Badan ini bersifat khas tapi tidak spesifik untuk penyakit hati karena alcohol. Hal ini disebabkan karena badan inklusi ini terdapat juga pada sirosis bilier primer, penyakit Wilson, sindrom kolestatis kronik dan tumor hepatoselular.
-          Reaksi neutrofilik
Infiltrasi neutrophil ke dalam lobules dan berkumpul di sekitar hepatosit yang mengalami degenerasi.
-          Fibrosis
Hampir selalu disertai fibrosis sinusoid dan perivenula. Secara makroskopik, hati tampak bebercak merah disertai daerah yang tercemar oleh empedu.
Berikut ini merupakan gambaran histopatologi mengenai hepatitis karena alkohol.3
e.       Manifestasi klinis dan Komplikasi
Biasanya pasien akan mengalami malaise dan anorexia, demam, nyeri abdominal kuadran kanan atas dan jaundice. Leukositosis dapat terjadi juga sebagai manifestasi klinisnya. Kadar serum aminotransferase, khususnya AST sangat meningkat. Kadar AST biasanya tetap dibawah 400. Rasio kadar AST dan ALT adalah 2:1. Kadar serum alkaline pospatase biasanya meningkat. Prognosis pasien dengan hepatitis alkohol bergantung pada keparahan jejas yang terjadi pada sel hati. Pada beberapa pasien, penyakit ini bisa berkembang dengan sangat cepat hingga terjadi sirosis dan kematian. Tingkat mortalitas hepatitis alkohol stadium akut biasanya sekitar 10%. Jika pasien yang telah terdiagnosis tetap minum alcohol, diatas 70% akan langsung berkembang menjadi sirosis. Terapi yang bisa dilakukan adalah pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid adalah obat umum yang diberikan pada pasien dengan hepatitis alkohol yang parah jika tidak ada infeksi atau gagal ginjal karena mereka terbukti menurunkan angka mortalitas. Terapi nutrisi bisa dijadikan sebagai terapi penunjang untuk pasien.4

2.      Autoimun Hepatitis
a.      Epidemiologi dan Etiologi
Hepatitis autoimun adalah jenis hepatitis kronik yang parah dengan penyebab yang tidak diketahui yang dihubungkan dengan autoantibodi yang bersirkulasi dan kadar yang tinggi dari serum immunoglobulin. Kelainan ini bisa terkena pada semua umur dengan kejadian tersering pada wanita muda. Pada 200.000 orang di Amerika serikat, terkena hepatitis autoimun dan terhitung 6% kasus dari transplantasi hati.3
b.      Patogenesis dan Patofisiologi3
Tipe 1. Merupakan hepatitis autoimun paling umum dari bentuk penyakit yaitu 80% kasus dan terdapat antibody antinuclear dan antibody anti otot polos. Sebanyak 70% kasus terjadi pada wanita yang lebih muda dibandingkan yang berumur 40 tahun. Patut diketahui, seperempat pasien dengan hepatitis autoimun tipe 1 memiliki sirosis yang mengindikasikan bahwa penyakit biasanya memiliki gejala asimptomatik yang telah berlangsung lama. Antibodi terhadap enzim sitosolik terdeskripsi tapi reseptor asialoglikoprotein membrane hepatosit adalah target utama untuk antibody-dependent cell-mediated cytotoxicity. Kecenderungan terjadinya hepatitis autoimun tipe 1 ini ada dalam gen HLA-DRB 1.3
Tipe 2. Terjadi pada orang berumur 2-14 tahun dan dikenali adanya antibody terhadap mikrosom hari dan ginjal (anti-KLM). Namun target autoantigennya adalah enzim metabolism obat tipe P-450 yaitu CYP2D6. Biasanya pasien memiliki penyakit autoimun lainnya seperti diabetes tipe 1 dan thyroiditis. Latar belakang genetika untuk hepatitis autoimun tipe 2 masih sulit dijelaskan dibandingkan dengan hepatitis autoimun tipe 1.3
c.       Histopatologi3,4
Pada dasarnya menyerupai histopatologi hepatitis akut dan kronik karena virus walaupun inflamasi lobular dan nekrosis cenderung lebih umum. Infiltrat inflamasi banyak pada sel plasma adalah sebuah manifestasi diagnostic yang penting. Nekrosis hepatic yang berkonfluent mungkin dapat terlihat pada kasus akut yang parah.3,4
Berikut ini adalah gambaran histopatologi yang dapat ditemukan pada penyakit hepatitis karena autoimun.3
d.      Manifestasi klinis dan Komplikasi
Kelelahan dan rasa tidak nyaman pada abdominal kuadran kanan atas adalah gejala yang umum. Secara berkala, kadar serum aminotransferase seperti AST dan ALT meningkat dan melebihi 1000 IU/mL. Hiperglobulinemia adalah karakteristik yang biasa terjadi. Pada beberapa kasus yang parah, jaundice dan disfungsi sintesis hati dan gagal hati mungkin dapat terjadi. Apabila hepatitis autoimun tetap tidak diobati, bisa menjadi sirosis. Hepatitis autoimun biasanya memberikan respon terhadap terapi obat seperti kortikosteroid, ketika dikombinasikan dengan obat imunosupresif, biasanya azathioprine. Transplantasi hati adalah pilihan untuk pasien yang telah mengidap sirosis stadium akhir.4

3.      Drug-induced Hepatitis
a.      Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyebab tersering dari penyakit hati akut dibandingkan dengan 50% kasus kegagalan hati akut di Amerika. Beberapa data epidemiologi penyakit hati karena obat telah tersedia. Sebuah studi berdasarkan populasi dari Perancis menunjukkan diantara tahun 1997-2000 terjadi insidensi tahunan dari 13,9 per 100.000 dengan kasus paling banyak pada orang yang berumur diatas 50 tahun. Jumlah pasti dari penyakit hati karena obat tiap tahun di Amerika tidak diketahui. Dalam studi multicenter, diantara tahun 1998 dan 2006 pada 23 tempat sekitar Amerika, 1033 pasien yang mengalami penyakit hati akut dikelompokkan berdasarkan etiologi. Acetaminophen dan reaksi obat yang idiosinkratik menjadi penyebab pada 594 (58%) kasus kegagalan hati akut. Berikut ini adalah gambaran survey di Amerika Serikat.5

b.      Etiologi
Berikut ini adalah beberapa obat yang dapat menimbulkan hepatitis karena obat.6
c.       Patogenesis dan Patofisiologi4
Reaksi obat dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
-          Reaksi yang dapat diduga (intrinsic)
Merupakan reaksi yang ditimbulkan akibat akumulasi obat dalam jumlah tertentu pada tubuh seseorang yang dapat diketahui. Contoh obatnya adalah asetaminophen, tetrasiklin, obat antineoplastic dan sebagainya.4
-          Reaksi yang tidak dapat diduga (idiosinkratik)
Merupakan reaksi yang bergantung pada individu masing-masing dalam hal menghasilkan respon imun terhadap datangnya antigen dan kecepatan dalam melakukan metabolism bahan obat. Contoh obat yang dapat memiliki reaksi yang tidak dapat diduga adalah klorpromazin dan halotan. Pada orang tertentu, jika klorpromazin terlambat untuk dimetabolisme dapat menimbulkan kolestasis dimana seharusnya hasil metabolism obat itu aman bagi orang yang tidak telat memetabolisme. Halotan merupakan obat anastetik yang dapat menimbulkan hepatitis imunologis yang parah jika terpajan pada orang tertentu berulang kali. Contoh obat lainnya adalah sulfonamide, allopurinol dan sebagainya.4
Patogenesis mengenai hepatitis karena obat masih belum jelas. Hal yang pasti adalah obat dapat menimbulkan efek toksik pada hati dengan mekanismenya tersendiri. Contohnya adalah acetaminophen. Obat ini merupakan pereda nyeri yang apabila dikonsumsi dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan nekrosis centrilobular. Mekanisme terjadinya nekrosis centrilobular adalah sebagai berikut.5
-     Acetaminophen dimetabolisme secara dominan oleh reaksi fase 2 menjadi metabolit innocuous sulfat dan glucuronide
-   Sejumlah kecil acetaminophen dimetabolisme oleh reaksi fase 1 menjadi metabolit hepatotoksik dibentuk dari komponen parent oleh CYP2E1 --> Hasilnya adalah metabolit N-acetyl-benzoquinone-imine (NAPQI) didetoksifikasi oleh ikatan glutathione yang merupakan hepatoprotektif --> Dalam dosis yang aman, kesehatan hati menjadi aman.
-    Jika dosis acetaminophen tinggi atau kadar glutathione rendah --> hepatotoksik untuk kesehatan hati
Secara umum, model yang paling mungkin yang menggambarkan jejas hati karena obat adalah sebagai berikut.
Dari gambaran tersebut, dapat diketahui bahwa ternyata metabolit obat dapat memicu terjadinya respon imun dalam tubuh. Respon yang dihasilkan mungkin merupakan respon yang dimediasi oleh antibody atau terjadi dari penyerangan sitolitik langsung oleh sel T primum.
d.      Histopatologi
Hepatitis akibat obat secara klinis dan histologis tidak dapat dibedakan dari hepatitis virus atau autoimun. Oleh karena itu, penanda serologis infeksi virus sangat penting untuk membedakannya. Berikut ini adalah gambaran histopatologi hepatitis karena obat.3,4
e.       Manifestasi klinis dan Komplikasi
Prinsipnya adalah manifestasi yang timbul bergantung pada agen penyebab atau jenis obat yang diberikan pada orang. Kejadian timbulnya manifestasi bisa langsung terjadi atau dalam beberapa waktu tertentu. Akibatnya dapat terjadi nekrosis hepatosit yang nyata atau kolestasis atau disfungsi hati.4
Penutup
Penyakit hati seperti hepatitis karena alcohol, autoimun atau obat memiliki pathogenesis dan patofisiologinya masing-masing untuk membuat hati menjadi rusak atau disfungsi hati. Secara umum, akibatnya adalah tidak termetabolismenya bilirubin yang belum terkonjugasi di dalam hati. Hal ini menyebabkan bilirubin beredar dalam aliran darah dan mengendap pada jaringan tubuh. Hal ini pulalah yang akan membuat tubuh seseorang menjadi kuning (jaundice/ikterik).
  
Referensi
1. Mailliard ME, Sorrell MF. Alcoholic liver disease. In: Longo DL, Fauci AS. Harrison’s gastroenterology and hepatology. USA: McGrawHill; 2010. pg. 415-8.
2.    Liangpunsakul S, Crabb DW. Alcoholic liver disease. In: Yamada T. Textbook of gastroenterology. 5th Edition. UK: John Wiley & Sons; 2009. pg. 2247-68.
3.  Rubin R, Strayer DS. Rubin’s pathology: Clinicopathologic foundations of medicine. 6th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & wilkins; 2012. pg. 706-19.
4.    Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins: buku ajar patologi edisi 7 (terj). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. pg. 684-7.
5.    Dienstag JL. Toxic and drug-induced hepatitis. In: Longo DL, Fauci AS. Harrison’s gastroenterology and hepatology. USA: McGrawHill; 2010. pg. 378-89.
6.   Lee WM, Seremba E. Drug-induced liver disease. In: Yamada T. Textbook of gastroenterology. 5th Edition. UK: John Wiley & Sons; 2009. pg. 2167-80.