Kali ini saya ingin berbagi ilmu tentang hepatitis yang saya dapatkan dari modul gastrointestinal. Apa kalian sering mendengar kalau bayi baru lahir, warnanya kuning-kuning gitu? Itu dikenal dengan nama jaundice/ikterik. Nahh itu kondisi yang fisiologis (normal) jika terjadi kurang dari 2 minggu. Kalo lebih dari 2 minggu, masalah bukan?? jawab sendiri yaaa wkwk
Hal yang pasti, di dunia kedokteran, kita tidak bisa mutlak mengatakan bahwa itu adalah masalah jika tidak mengecek keseluruhan tubuh si pasien. Jika ditanya seperti itu, saya akan menjawab, "MUNGKIN itu adalah masalah, untuk membuktikannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lebih lanjut."
Banyak kondisi patologis (penyakit) yang bisa membuat seseorang berwarna kuning (yellowman?). Salah satunya adalah hepatitis. Kok bisa? Intinya adalah saat hati mengalami kerusakan, bilirubin tidak bisa dimetabolisme dengan baik, alhasil banyak bilirubin yang harusnya dibuang via feses, malah masuk ke aliran darah. Akibatnya, kuning-kuning gitu deh tubuhnya :''
Biar tidak disangka autoplagiarisme, saya ingin mengakui bahwa ini merupakan hasil kerja saya sewaktu laporan tugas saat modul gastrointestinal. Silahkan menikmati yaa!
Laporan Tugas Mandiri Pemicu 4
“Alcohol, Autoimun dan Drug-induced
Hepatitis:
Epidemiologi, Etiologi,
Patogenesis, Patofisiologi, Histopatologi, Manifestasi klinis dan Komplikasi”
Oleh Apri Haryono Hafid
1206207256
Modul Gastrointestinal
Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
I.
Pendahuluan
Jaundice
atau ikterik adalah suatu manifestasi klinis dari penyakit hati. Banyak sekali
penyakit hati yang bisa menyebabkan seseorang mengalami jaundice atau ikterik.
Oleh karena itu, dalam laporan tugas mandiri ini, akan dijelaskan beberapa
penyakit hati seperti hepatitis karena alcohol, autoimun dan obat yang dapat
memberikan manifestasi klinis berupa ikterik atau jaundice.
II.
Isi
1.
Alcohol
Hepatitis
a.
Epidemiologi
Hampir 15-20 juta orang
di Amerika Serikat merupakan pengguna alkohol. Menurut survey di Amerika
Serikat diantara tahun 1990 dan 1998, kematian akibat jejas hati karena alkohol
berjumlah 40% dari total kematian akibat penyakit hati kronik. Bukti umum
menyatakan bahwa risiko penyakit hati karena alkohol meningkat seiring dengan
peningkatan konsumsi alkohol. Jumlah etanol yang bisa diminum dengan aman
adalah 20g (dua gelas) per hari untuk pria dan 10g (satu gelas) untuk wanita.1
b.
Etiologi
Terdapat beberapa
faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit hati karena alcohol, yaitu2
-
Kuantitas
Konsumsi 160g etanol
per hari selama 10-20 tahun dapat menyebabkan hepatitis atau sirosis.
-
Jenis
kelamin
Wanita lebih rentan
terhadap jejas karena alcohol dibandingkan dengan pria.
-
Genetika
Polimorfisme gen
termasuk alcohol dehydrogenase, sitokrom P4502E1 dan sebagainya.
c.
Patogenesis
dan Patofisiologi
Pemahaman mengenai patogenesis
jejas hati karena alkohol masih belum sempurna diketahui. Hal yang pasti adalah
alkohol merupakan hepatotoksin langsung dan masuknya alcohol memicu terjadinya
respon metabolik yang akan mempengaruhi respon hepatotoksisitas pada hati. Adanya
metabolisme alkohol di hati memicu proses patogenesis yang melibatkan produksi
toxic protein-aldehyde adducts, endotoksin, stress oksidatif, aktivitas imunologi
dan pelepasan sikotin pro-inflamasi. Interaksi yang rumit antara sel-sel usus
dan hati merupakan hal yang krusial terhadap jejas hati karena alkohol.
Pelepasan TNF alpha dan intestine-derived endotoxinemia menyebabkan apoptosis
hepatosit dan nekrosis. Tambahan pula, aktivasi sel stelata dan produksi
kolagen adalah tahapan penting dari terjadinya fibrogenesis pada hati. Adanya
fibrosis menyebabkan ketidakteraturan arsitektur pada hati pada orang yang
mengonsumsi alkohol. Berikut ini adalah gambaran patogenesis mengenai jejas
hati karena alcohol.2
d.
Histopatologi
Dalam aspek
histopatologi, ada beberapa morfologi yang dapat terlihat jelas melalui
mikroskop. Berikut adalah tanda-tanda histopatologi yang ada pada hepatitis
karena alcohol.3,4
-
Pembengkakan
dan nekrosis hepatosit
Beberapa sel mengalami
pembengkakan (ballooning) yang disebabkan oleh akumulasi lemak, air dan protein
disertai dengan terjadinya nekrosis atau kematian jaringan hati.
-
Badan
Mallory
Beberapa sel mengalami
akumulasi filament intermediet sitokeratin dan protein lain. Hal ini terlihat
seperti badan inklusi eosinophil di sitoplasma hepatosit yang mengalami
degenerasi. Badan ini bersifat khas tapi tidak spesifik untuk penyakit hati
karena alcohol. Hal ini disebabkan karena badan inklusi ini terdapat juga pada
sirosis bilier primer, penyakit Wilson, sindrom kolestatis kronik dan tumor
hepatoselular.
-
Reaksi
neutrofilik
Infiltrasi neutrophil
ke dalam lobules dan berkumpul di sekitar hepatosit yang mengalami degenerasi.
-
Fibrosis
Hampir selalu disertai fibrosis
sinusoid dan perivenula. Secara makroskopik, hati tampak bebercak merah
disertai daerah yang tercemar oleh empedu.
e.
Manifestasi
klinis dan Komplikasi
Biasanya pasien akan
mengalami malaise dan anorexia, demam, nyeri abdominal kuadran kanan atas dan
jaundice. Leukositosis dapat terjadi juga sebagai manifestasi klinisnya. Kadar
serum aminotransferase, khususnya AST sangat meningkat. Kadar AST biasanya
tetap dibawah 400. Rasio kadar AST dan ALT adalah 2:1. Kadar serum alkaline
pospatase biasanya meningkat. Prognosis pasien dengan hepatitis alkohol
bergantung pada keparahan jejas yang terjadi pada sel hati. Pada beberapa
pasien, penyakit ini bisa berkembang dengan sangat cepat hingga terjadi sirosis
dan kematian. Tingkat mortalitas hepatitis alkohol stadium akut biasanya
sekitar 10%. Jika pasien yang telah terdiagnosis tetap minum alcohol, diatas
70% akan langsung berkembang menjadi sirosis. Terapi yang bisa dilakukan adalah
pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid adalah obat umum yang diberikan pada
pasien dengan hepatitis alkohol yang parah jika tidak ada infeksi atau gagal
ginjal karena mereka terbukti menurunkan angka mortalitas. Terapi nutrisi bisa dijadikan
sebagai terapi penunjang untuk pasien.4
2.
Autoimun
Hepatitis
a.
Epidemiologi
dan Etiologi
Hepatitis autoimun
adalah jenis hepatitis kronik yang parah dengan penyebab yang tidak diketahui
yang dihubungkan dengan autoantibodi yang bersirkulasi dan kadar yang tinggi
dari serum immunoglobulin. Kelainan ini bisa terkena pada semua umur dengan
kejadian tersering pada wanita muda. Pada 200.000 orang di Amerika serikat,
terkena hepatitis autoimun dan terhitung 6% kasus dari transplantasi hati.3
b.
Patogenesis
dan Patofisiologi3
Tipe
1.
Merupakan hepatitis autoimun paling umum dari bentuk penyakit yaitu 80% kasus
dan terdapat antibody antinuclear dan antibody anti otot polos. Sebanyak 70%
kasus terjadi pada wanita yang lebih muda dibandingkan yang berumur 40 tahun.
Patut diketahui, seperempat pasien dengan hepatitis autoimun tipe 1 memiliki
sirosis yang mengindikasikan bahwa penyakit biasanya memiliki gejala
asimptomatik yang telah berlangsung lama. Antibodi terhadap enzim sitosolik
terdeskripsi tapi reseptor asialoglikoprotein membrane hepatosit adalah target
utama untuk antibody-dependent cell-mediated cytotoxicity. Kecenderungan
terjadinya hepatitis autoimun tipe 1 ini ada dalam gen HLA-DRB 1.3
Tipe
2. Terjadi
pada orang berumur 2-14 tahun dan dikenali adanya antibody terhadap mikrosom
hari dan ginjal (anti-KLM). Namun target autoantigennya adalah enzim metabolism
obat tipe P-450 yaitu CYP2D6. Biasanya pasien memiliki penyakit autoimun
lainnya seperti diabetes tipe 1 dan thyroiditis. Latar belakang genetika untuk
hepatitis autoimun tipe 2 masih sulit dijelaskan dibandingkan dengan hepatitis
autoimun tipe 1.3
c.
Histopatologi3,4
Pada dasarnya
menyerupai histopatologi hepatitis akut dan kronik karena virus walaupun
inflamasi lobular dan nekrosis cenderung lebih umum. Infiltrat inflamasi banyak
pada sel plasma adalah sebuah manifestasi diagnostic yang penting. Nekrosis
hepatic yang berkonfluent mungkin dapat terlihat pada kasus akut yang parah.3,4
Berikut ini adalah
gambaran histopatologi yang dapat ditemukan pada penyakit hepatitis karena
autoimun.3
d.
Manifestasi
klinis dan Komplikasi
Kelelahan dan rasa
tidak nyaman pada abdominal kuadran kanan atas adalah gejala yang umum. Secara
berkala, kadar serum aminotransferase seperti AST dan ALT meningkat dan
melebihi 1000 IU/mL. Hiperglobulinemia adalah karakteristik yang biasa terjadi.
Pada beberapa kasus yang parah, jaundice dan disfungsi sintesis hati dan gagal
hati mungkin dapat terjadi. Apabila hepatitis autoimun tetap tidak diobati,
bisa menjadi sirosis. Hepatitis autoimun biasanya memberikan respon terhadap
terapi obat seperti kortikosteroid, ketika dikombinasikan dengan obat
imunosupresif, biasanya azathioprine. Transplantasi hati adalah pilihan untuk
pasien yang telah mengidap sirosis stadium akhir.4
3.
Drug-induced
Hepatitis
a.
Epidemiologi
Penyakit ini merupakan
penyebab tersering dari penyakit hati akut dibandingkan dengan 50% kasus
kegagalan hati akut di Amerika. Beberapa data epidemiologi penyakit hati karena
obat telah tersedia. Sebuah studi berdasarkan populasi dari Perancis
menunjukkan diantara tahun 1997-2000 terjadi insidensi tahunan dari 13,9 per
100.000 dengan kasus paling banyak pada orang yang berumur diatas 50 tahun.
Jumlah pasti dari penyakit hati karena obat tiap tahun di Amerika tidak
diketahui. Dalam studi multicenter, diantara tahun 1998 dan 2006 pada 23 tempat
sekitar Amerika, 1033 pasien yang mengalami penyakit hati akut dikelompokkan
berdasarkan etiologi. Acetaminophen dan reaksi obat yang idiosinkratik menjadi
penyebab pada 594 (58%) kasus kegagalan hati akut. Berikut ini adalah gambaran
survey di Amerika Serikat.5
b.
Etiologi
c.
Patogenesis
dan Patofisiologi4
Reaksi obat dapat
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
-
Reaksi
yang dapat diduga (intrinsic)
Merupakan reaksi yang
ditimbulkan akibat akumulasi obat dalam jumlah tertentu pada tubuh seseorang
yang dapat diketahui. Contoh obatnya adalah asetaminophen, tetrasiklin, obat
antineoplastic dan sebagainya.4
-
Reaksi
yang tidak dapat diduga (idiosinkratik)
Merupakan reaksi yang bergantung
pada individu masing-masing dalam hal menghasilkan respon imun terhadap
datangnya antigen dan kecepatan dalam melakukan metabolism bahan obat. Contoh
obat yang dapat memiliki reaksi yang tidak dapat diduga adalah klorpromazin dan
halotan. Pada orang tertentu, jika klorpromazin terlambat untuk dimetabolisme
dapat menimbulkan kolestasis dimana seharusnya hasil metabolism obat itu aman
bagi orang yang tidak telat memetabolisme. Halotan merupakan obat anastetik
yang dapat menimbulkan hepatitis imunologis yang parah jika terpajan pada orang
tertentu berulang kali. Contoh obat lainnya adalah sulfonamide, allopurinol dan
sebagainya.4
Patogenesis mengenai
hepatitis karena obat masih belum jelas. Hal yang pasti adalah obat dapat
menimbulkan efek toksik pada hati dengan mekanismenya tersendiri. Contohnya
adalah acetaminophen. Obat ini merupakan pereda nyeri yang apabila dikonsumsi
dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan nekrosis centrilobular. Mekanisme
terjadinya nekrosis centrilobular adalah sebagai berikut.5
- Acetaminophen dimetabolisme secara
dominan oleh reaksi fase 2 menjadi metabolit innocuous sulfat dan glucuronide
- Sejumlah kecil acetaminophen
dimetabolisme oleh reaksi fase 1 menjadi metabolit hepatotoksik dibentuk dari
komponen parent oleh CYP2E1 --> Hasilnya adalah metabolit
N-acetyl-benzoquinone-imine (NAPQI) didetoksifikasi oleh ikatan glutathione
yang merupakan hepatoprotektif --> Dalam dosis yang aman, kesehatan hati
menjadi aman.
- Jika dosis acetaminophen tinggi atau
kadar glutathione rendah --> hepatotoksik untuk kesehatan hati
Secara
umum, model yang paling mungkin yang menggambarkan jejas hati karena obat
adalah sebagai berikut.
Dari
gambaran tersebut, dapat diketahui bahwa ternyata metabolit obat dapat memicu
terjadinya respon imun dalam tubuh. Respon yang dihasilkan mungkin merupakan
respon yang dimediasi oleh antibody atau terjadi dari penyerangan sitolitik
langsung oleh sel T primum.
d.
Histopatologi
Hepatitis akibat obat secara klinis
dan histologis tidak dapat dibedakan dari hepatitis virus atau autoimun. Oleh
karena itu, penanda serologis infeksi virus sangat penting untuk membedakannya.
Berikut ini adalah gambaran histopatologi hepatitis karena obat.3,4
e.
Manifestasi
klinis dan Komplikasi
Prinsipnya adalah manifestasi yang
timbul bergantung pada agen penyebab atau jenis obat yang diberikan pada orang.
Kejadian timbulnya manifestasi bisa langsung terjadi atau dalam beberapa waktu
tertentu. Akibatnya dapat terjadi nekrosis hepatosit yang nyata atau kolestasis
atau disfungsi hati.4
Penutup
Penyakit
hati seperti hepatitis karena alcohol, autoimun atau obat memiliki pathogenesis
dan patofisiologinya masing-masing untuk membuat hati menjadi rusak atau
disfungsi hati. Secara umum, akibatnya adalah tidak termetabolismenya bilirubin
yang belum terkonjugasi di dalam hati. Hal ini menyebabkan bilirubin beredar
dalam aliran darah dan mengendap pada jaringan tubuh. Hal ini pulalah yang akan
membuat tubuh seseorang menjadi kuning (jaundice/ikterik).
Referensi
1. Mailliard
ME, Sorrell MF. Alcoholic liver disease. In: Longo DL, Fauci AS. Harrison’s
gastroenterology and hepatology. USA: McGrawHill; 2010. pg. 415-8.
2. Liangpunsakul
S, Crabb DW. Alcoholic liver disease. In: Yamada T. Textbook of
gastroenterology. 5th Edition. UK: John Wiley & Sons; 2009. pg.
2247-68.
3. Rubin
R, Strayer DS. Rubin’s pathology: Clinicopathologic foundations of medicine. 6th
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & wilkins; 2012. pg. 706-19.
4. Kumar
V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins: buku ajar patologi edisi 7 (terj). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. pg. 684-7.
5. Dienstag
JL. Toxic and drug-induced hepatitis. In: Longo DL, Fauci AS. Harrison’s
gastroenterology and hepatology. USA: McGrawHill; 2010. pg. 378-89.
6. Lee
WM, Seremba E. Drug-induced liver disease. In: Yamada T. Textbook of
gastroenterology. 5th Edition. UK: John Wiley & Sons; 2009. pg.
2167-80.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar